YOGYAKARTA - Anggota Komisi I DPR RI Taufiq R. Abdulah mengapresiasi implementasi program Analog Switch Off (ASO) yang dicanangkan pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo). Menurutnya, ASO merupakan program yang sangat bagus guna menciptakan masyarakat era digital di Indonesia, dimana saat ini era digital telah menjadi trend global.
Demikian dikatakan Taufiq usai mengikuti pertemuan Tim Kunjungan Kerja Spesifik Panja Digitalisasi Penyiaran Komisi I DPR RI yang dipimpin Ketua Komisi I DPR RI Meutya Viada Hafid, dengan Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Penyelenggara Pos dan Informatika (Ditjen PPI) Kominfo Ismail, para penyelenggara multipleksing, TV Penyiran Yogyakarta, Komunitas TV Digital dan Ketua Gabungan Pengusaha Elektronik Indonesia, di Daerah Istimewa Yogyakarta, Sabtu (21/5/2022).
“Saya menilai dan mengapresiasi program (ASO) tersebut sudah sangat baik sekali dengan adanya konsep gotong royong. Alhamdulillah, pemerintah menanggapinya secara baik dengan adanya komitmen bersama dengan penyelengara televisi swasta atau multipleksing, yang berkomitmen dan bekerjasama memberikan Set Top Box gratis sebanyak 6, 3 juta bagi masyarakat yang kurang mampu. Dan itu sudah jadi kewajiban dan tanggung jawab bersama antara kedua belah pihak untuk melaksanakan secara bersama, ” jelas Taufiq.
Namun politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu menyayangkan implementasi program ASO yang dinilai baik, namun pada kenyataannya komitmen yang sudah berjalan dua tahun antara Kominfo dan penyelenggara multipleksing (Mux) belum bisa terealisasi dengan baik. Dimana, penyebabnya ada beberapa hal, salah satunya proses-proses dialog antara kedua belah pihak yang terkait belum berjalan secara baik.
“Kenyataanya dalam pertemuan Komisi I DPR hari ini, mengemuka persoalan antara kedua belah pihak. Di sisi lain pemerintah menganggap bahwa para penyelenggara Mux bisa siap berkomitmen pada pendistribusian Sate Top Box (STB) namun pada kenyataannya pihak penyelenggara Mux tidak sesuai sebagaimana komitmen yang dipersepsikan. Misalnya televisi swasta mengganggap mereka hanya bertanggung jawab mengadakan STB saja, ternyata dalam pelaksanaanya STB tidak bisa berjalan sendiri, namun harus didistribusikan lalu harus aktif. Ada proses instalasi yang ternyata itu perlu biaya tambahan, ” terang Taufiq.
“Di sinilah masalah-masalah tersebut mengemuka, sehingga sangat disayangkan perencanaannya. Program ASO dalam pelaksanaanya masih belum optimal, tidak ada perhitungan secara utuh untuk anggarannya, namun yang terjadi hanya biaya untuk pengadaan saja. Yang harus dipikirkan dan dicari jalan keluar dari persoalan tersebut, sehingga apa yang menjadi concern pemerintah dalam hal ini perpindahan televisi analog menjadi digital bisa berjalan sesuai yang diamanatkan Undang-Undang Cipta Kerja bisa berjalan sesuai waktu yang diamanatkan, ” pesan politisi dapil Jawa Tengah VII itu.
Diketahui program ASO bermanfaat dalam memberikan efisiensi spektrum frekuensi radio. Siaran analog menggunakan satu frekuensi untuk setiap stasiun TV, sedangkan dalam penyiaran digital, satu frekuensi penyedia siaran atau multiplexing (Mux) bisa digunakan 6-12 stasiun televisi secara bersama-sama. Efisiensi frekuensi tersebut diperkirakan mencapai 112 MHz, yang dapat digunakan untuk peningkatan kualitas layanan internet dan 5G, peringatan dini bencana, ekonomi digital, pendidkan, serta kesehatan. (rni/sf)